Senin, 11 Juni 2012

Wedang Tape Bojonegoro

Salah satu yang cukup melegenda dari Bojonegoro adalah wedang tapenya. Wedang tape yang terbuat dari tape ketan hitam disajikan dengan santan panas ini benar-benar mak nyuusss….. 

Warung wedang tape di Jalan KH Maskur Bojonegoro ini memang legendaris dan sudah ada sejak dekade 1950-an, penjual yang sekarang ini adalah generasi ketiga. Maka tak heran jika yang berkunjung selalu ramai, apalagi pada momen-momen seperti mudik lebaran. Mereka-mereka yang sudah jadi langganan tetap selalu menyempatkan mampir kesini, termasuk saya yang kini jadi pelanggan tetap kalau pas mudik ke Bojonegoro. 

Silahkan kalau pas maen-maen ke Bojonegoro, monggo mampir di Warung Wedang Tape di Jalan KH Maskur Bojonegoro ini. Dijamin ketagian dehh…. 

Disini, kita bisa menikmati wedang tape dan juga ada rujak cingur, lontong kikil serta yang pasti bagi saya adalah ada rambak kulit sapi goreng. Pokoknya mak nyuusss dech..


Sumber

Jumat, 01 Juni 2012

Sekilas tentang Rembang

Rembang, sebuah Kabupaten yang memiliki hari jadi 27 Juli 1741 adalah salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang berada ujung timur. Secara administrasi Kabupaten Rembang terbagi dalam 14 kecamatan, 287 desa dan 7 kelurahan dengan luas wilayah secara keseluruhan 101.408,283 Ha. Kabupaten Rembang merupakan wilayah yang terletak di pantai utara pulau Jawa, merupakan daerah pinggiran (pheripheral) wilayah Jawa Tengah. 

Ada 6 kecamatan yang berada di pinggiran pantai, yakni: kecamatan Kaliori, Rembang, Lasem, Sluke, Kragan dan Sarang. Panjang pantai pada 6 wilayah kecamatan ini adalah 60 Km. Pegunungan di kabupaten Rembang termasuk dalam deretan Pegunungan Kendeng Utara yang potensial untuk pembuatan kapur/gamping. Puncak gunung tertinggi adalah Gunung Lasem (806 m dpl) dan kemudian Watu Putih (495 m dpl ).

Kabupaten Rembang berbatasan langsung dengan provinsi Jawa Timur, sehingga menjadi gerbang sebelah timur Provinsi Jawa Tengah. Daerah perbatasan dengan Jawa Timur (seperti di Kecamatan Sarang, memiliki kode telepon yang sama dengan Tuban (Jawa Timur).

Batas Wilayah Kabupaten Rembang
Sebelah utara     : Laut Jawa.
Sebelah timur     : Kabupaten Tuban (Jawa Timur).
Sebelah selatan  : Kabupaten Blora.
Sebelah barat     : Kabupaten Pati.

Daerah Kabupaten Rembang terletak antara ketinggian 0 M sampai 806 M dari permukaan air laut, dengan kondisi cuaca berkisar antara 23 o – 35 o C, dengan curah hujan rata-rata pertahun ±  1.044 cm3/tahun.

Kesenian tradisionalnya adalah  Pathol Sarang, Thong-thong lek, Engklek, Sodhor, Jorit, Gacon, Kekean, Nekeran, Ngaji, Mondokan.

Sumber daya yang dimiliki adalah Perikanan Laut, Garam, Hasil Tambang, Legen, Siwalan, Ndog Jungan, Buah Kawis, Batik Lasem

Sumber:



Sabtu, 05 Mei 2012

Sejarah Bis Tingkat di Solo

Bis tingkat mulai digunakan pertama kali di Indonesia pada tahun 1983 atas inisiatif ibu Tien Soeharto. Pada tahun 1987 jumlah bis tingkat yang beroperasi di Kota Solo sebanyak 30 buah.

Sewaktu saya masih mengenyam pendidikan di bangku SMP dulu (sekitar pertengahan dekade 90-an), jika bepergian ke arah kota Solo saya sering menggunakan moda transportasi berupa bis tingkat. Waktu itu tarifnya jauh-dekat 150 rupiah dan setahun kemudian naik menjadi 300 rupiah dan hingga menjelang kepunahannya tarifnya 1000 rupiah.

Bis tingkat ini dikelola oleh Damri. Selain Solo, beberapa kota besar lain yakni Jakarta, Surabaya dan Makassar pernah pula mengoperasikan armada angkutan darat ini. Moda transportasi ini memiliki keuntungan, yakni menghemat space jalan. Dengan jumlah penumpang yang dimuat oleh satu armada bis tingkat adalah lebih banyak dua kali lipat daripada armada bis biasa, atau kapasistas penumpang sekitar 105 orang penumpang duduk.

Sebuah transportasi massal yang murah serta lebih ramah lingkungan, sebab dengan beberapa puluh armada bis dapat melayani penumpang dari ujung barat kota Solo hingga ujung timur (rute Kartasura – Palur pp), sehingga untuk rute tersebut tidak harus banyak memerlukan jenis angkutan umum yang lain. Selain itu, naik bis tingkat juga sebagai sarana refresing, sebab dapat menikmati suasana Kota Solo sepanjang perjalanan.

Namun sejak tahun 1997/1998, keberadaan bis tingkat mulai berkurang, salah satu penyebabnya adalah imbas krisis moneter yang melanda. Meski tahun 2000 masih ada. Istri saya yang berasal dari tlatah Bojonegoro pernah bilang bahwa merasa heran dengan keberadaan bis tingkat, sewaktu dia pertama kali menginjakkan kaki di Solo untuk melanjutkan belajarnya. Dia pernah naik dua kali katanya. Dan memang akhir tahun tersebut bis tingkat benar-benar punah dari Kota Solo.

Kamis, 03 Mei 2012

Solo, Kota dengan Dua Nama

Nama Solo sudah sangat akrab di telinga kita. Solo merupakan salah satu kota besar di Jawa Tengah juga Indonesia, terletak di jalur strategis transportasi darat yang menghubungkan Propinsi Jawa Timur dengan DIY. Dikenal sebagai Kota Bengawan, karena berada di tepian sungai. Bengawan dalam bahasa Jawa bermakna sungai. Juga dikenal sebagai Kota Budaya karena sangat banyak terdapat peninggalan budaya nusantara, diantaranya keraton yang sampai sekarang masih berfungsi juga banyak peninggalan sastra budaya serta aneka seni budaya ada di sana.


Dikenal pula sebagai Kota Batik, sebab seni batik begitu mengakar dan membudaya di kota ini. Mulai dari proses hulu hingga hilir, mulai dari kain hingga kayu juga dibatik. Solo dikenal pula sebagai Kota Plesiran, sebab suasana malam kota ini syarat dengan plesiran terutama bagi mereka yang menyukai wisata kuliner. Dan Solo juga dikenal sebagai Kota Pergerakan, karena selain banyak diantara tokoh-tokoh pergerakan nasional Indonesia berasal dari Solo, dan juga kota ini merupakan pusat mereka bertemu dan merancang gerakan Indonesia Merdeka.


Selain 'gelar-gelar' diatas, keunikan Kota Solo adalah kota ini adalah memiliki dua nama. Dimana keduanya sama-sama digunakan yakni Solo dan Surakarta. Mengapa demikian?

Sebagaimana catatan sejarah, bahwa karena pergolakan di dalam negeri, yakni Pemberontakan Sunan Kuning alias Geger Pecinan, Kraton Kartasura yang merupakan penerus Mataram Islam, atas perintah Raja waktu itu (Paku Boewono II) akhirnya dipindahkan ke sebuah desa yang terletak di sebelah timur sejauh 20 Km dari ibukota Kartasura. Itulah Desa Sala (dibaca sebagaimana pada kata Solok) pada tahun 1745 M. Dan sebagai sebuah upaya menghilangkan sawan (nasib buruk) yang mengikuti maka nama Kraton juga diubah menjadi Surakarta (pembalikan dari KartaSura).

Sala menjadi Solo
Karena orang pada mulanya sudah familiar dengan Desa Sala, maka banyak orang yang menyebutnya dengan Kraton Sala. Maka jadilah penyebutan itu hingga sekarang. Nama Sala (dibaca sebagaimana kata Solok) masih dipergunakan, dan nama Surakarta juga tetap dipakai. Akan tetapi entah dimulai oleh siapa dan kapan, serta karena apa pula, kata Sala berubah penulisan dan pembacaannya menjadi Solo, (dibaca sebagaimana kata bakso).

Menurut analisa awam saya, ini sebenarnya adalah sebuah kesalahan kolektif pada sebuah upaya peng-Indonesia-an kata dan pengucapan dari Basa Jawa ke Bahasa Indonesia. Karena penulisannya memakai huruf "A", tetapi pengucapannya hampir menyerupai huruf "O". Maka jadilah kata Sala menjadi ditulis Solo, untuk menyerupakan antara tulisan dengan pembacaannya. Sekali lagi ini hanyalah analisa awam kaumbiasa lho, bukan analisa pakar.

Namun terlepas dari masalah pengucapan dan penulisan nama Solo, kota ini telah tumbuh menuju sebuah kota metropolitan baru di jagad nusantara. Dengan tetap masih berupaya mempertahankan ciri khasnya sebagai kota peninggalan budaya nusantara bahkan dunia. Di kota dengan dua nama inilah, selain keberadaan Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat maupun Pura Mangkunegaran, PON (Pekan Olahraga Nasional) I dilaksanakan; Monumen Pers Nasional sebagai sebuah pengingat sejarah perjuangan pers nasional juga berdiri megah di sini; Museum tertua di Indonesia juga ada di Solo, yakni Museum Radya Pustaka.

Selain itu juga masih ada rel Kereta Api di tengah kota peninggalan jaman Belanda yang masih difungsikan sampai sekarang. Untuk urusan seni budaya, selain keberadaan Taman Budaya Surakarta, terdapat pula panggung terbuka Argo Budaya yang berada di dalam kompleks Kampus UNS yang pembangunannya kolaborasi antara UNS dengan Pura Mangkunegara.

Dan masih banyak lagi tentang Kota dengan Dua Nama ini menjadi kota yang unik dan menarik. Maka pantas dan jika kemudian Kota ini disebut sebagai spirit of Java, bahkan bagi saya pribadi dapat dikatakan sebagai the spirit of Indonesia sebab banyak hal yang ada di Indonesia ini bercikal bakal dari kota ini.

Sumber dari sini

Rabu, 02 Mei 2012

Perkembangan Industri Gula di Jawa

Di Jawa, tanaman tebu diperkirakan sudah sejak lama dibudidayakan, yaitu pada zaman Aji Saka sekitar tahun 75 M. Perantau China, I Tsing, mencatat bahwa tahun 895 M gula yang berasal dari tebu dan nira kelapa telah diperdagangkan di Nusantara. 
Pengankutan tebu ke Pabrik Gula Pesantren di Kediri, tahun 1926
Namun, berdasarkan catatan Marcopolo hingga abad ke-12 di Jawa belum berkembang industri gula seperti yang ada di Cina dan India. Kedatangan orang Eropa, terutama orang Belanda, pada abad 17 membawa perubahan pada perkembangan tanaman tebu dan industri gula di Jawa.

Pada  awal  abad  ke-17  industri  gula  berdiri  di sekitar  selatan Batavia, yang dikelola oleh orang-orang China bersama para pejabat VOC. Pengolahan gula saat itu berjalan dengan proses yang sederhana. Sebagai gilingan digunakan dua buah selinder kayu yang diletakkan berhimpitan kemudian diputar dengan tenaga hewan (kerbau) atau manusia. Tebu dimasukkan diantara kedua selinder, kemudian nira yang keluar ditampung dalam suatu bejana besar yang terdapat di bawah gilingan. Pada saat panen tebu, “PG sederhana” ini bisa dipindahkan mendekati kebun.

Pada pertengahan abad XVII telah dilakukan ekspor gula ke Eropa yang berasal dari 130 pengolahan gula (PG tradisional) di Jawa. Seiring dengan perjalanan sejarah, jumlah PG di Jawa turun naik berfluktuasi. Ketika India mulai melakukan ekspor gula ke Eropa, industri gula di Jawa mengalami persaingan ketat sehingga beberapa diantaranya tutup. 
Pabrik Gula Pandji Kapongan (Sitoebondo 1864-1880)
Pada tahun 1745 di Jawa tersisa 65 PG, tahun 1750 bertambah menjadi 80 PG, kemudian akhir abad XVIII menyusut kembali menjadi 55 PG. Fluktuasi ini diduga berkaitan dengan perubahan kondisi lingkungan sekitar Batavia yang tidak lagi kondusif untuk budidaya tebu atau mungkin berkaitan dengan kesulitan permodalan.

Pada awal abad XIX, industri gula yang lebih modern yang dikelola orang-orang Eropa mulai bermunculan. PG modern pertama didirikan di daerah Pamanukan (Subang) dan Besuki (Jawa Timur). Akan tetapi, PG tersebut tidak bertahan lama dan mengalami kebangkrutan yang diduga akibat masalah perburuhan dan ketersediaan lahan sawah untuk tebu yang terbatas. Di Pamanukan, investor gula harus membuka lahan-lahan sawah baru yang butuh modal besar karena lahan sawah yang sudah ada diprioritaskan untuk padi.

Kurun waktu berikutnya industri gula di Jawa mulai menggeliat bangkit seiring dengan diberlakukannya Cultuurstelsel atau sistem tanam paksa oleh van den Bosch. Liberalisasi industri gula di Jawa dipasung. Semua aktivitas ekonomi (perdagangan gula) swasta dilarang dan dikuasai sepenuhnya oleh pemerintah kolonial Belanda.

Pada tahun 1830 Bosch mengembangkan penanaman tebu di daerah pantura Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang dikelola secara profesional. Sebagian besar perusahaan keluarga diserahkan kepada para manajer profesional. Modal didukung oleh Javasche Bank, sedangkan manajemen inti dipegang orang-orang Eropa. Usaha-usaha penetrasi pasar dilakukan pemerintah Belanda melalui regulasi impor gula dengan memberikan potongan 15 gulden untuk setiap pembayaran cukai sebanyak 100 gulden. Tenaga kerja hampir sepenuhnya tidak dibayar alias gratis karena unsur paksaan oleh para penguasa bumiputra yang berkolaborasi dengan para penjajah.

Perubahan kebijakan ini berhasil baik, dimana 10 tahun kemudian gula dari Jawa mampu mendominasi pasar dunia. Perkembangan berikutnya, beberapa PG mulai bermunculan di Jawa dengan dukungan pembangunan infrastruktur besar-besaran terutama dalam penyediaan sarana irigasi.

Kebangkitan industri gula di Jawa pada masa itu sebenarnya terkait juga dengan perubahan teknologi. Margarete Leidelmeijer dalam studi Doktornya di Universitas Teknologi Eindhoven, Belanda, tahun 1995 menulis disertasi tentang industri gula di Jawa berjudul Van suikermolen tot grootbedrift. Technische vernieuwing in de Java-suikerindustrie in de negentiende eeuw atau dalam terjemahan bebas kira-kira artinya “dari pengolahan gula sederhana ke pabrik-inovasi teknik pada industri gula Jawa abad sembilan belas” (No. 25 dalam seri NEHA 111, Dutch Guilders).

Menurut Leidelmeijer, sejak Cultuurstelsel diberlakukan teknologi industri gula Jawa sebagian mengadopsi teknologi pengolahan gula bit di Eropa, salah satunya dengan menggunakan pan masak vacuum. Selain itu, dukungan para insinyur dan peneliti di Belanda yang difasilitasi kantor Kementrian Pemerintahan Kolonial ikut terlibat dalam pengembangan industri gula di Jawa. Kontak antara para pelaku industri gula di Jawa dan Eropa saat itu cukup intensif. Mereka saling bertukar informasi tentang teknologi prosesing gula tebu dan gula bit. 
Industri gula di Jawa pada akhirnya berkembang cukup pesat dan bahkan menjadi acuan bagi industri gula tebu dunia lainnya. Inovasi teknologi prosesing gula tebu yang dimulai abad XIX tersebut, kemudian disempurnakan dengan berbagai inovasi teknologi di abad XX hingga saat ini masih bertahan dan dipakai oleh sebagian besar PG di Jawa.

Disarikan dari berbagai sumber

Senin, 30 April 2012

Sejarah Tanaman Tebu

Tanaman tebu (Saccharum officinarum L) adalah satu anggota familia rumput-rumputan (Graminae) yang merupakan tanaman asli tropika basah, namun masih dapat tumbuh baik dan berkembang di daerah subtropika, pada berbagai jenis tanah dari daratan rendah hingga ketinggian 1.400 m diatas permukaan laut.

Asal mula tanaman tebu sampai saat ini belum didapatkan kepastiaanya, dari mana asal muasal tanaman tebu. Namun sebagian besar para ahli yang memang berkompeten dalam hal ini, berasumsi bahwa tanaman tebu ini berasal dari Papua New Guinea. Pada 8000 SM, tanaman ini menyebar ke Kep. Solomon dan Kaledonia Baru. Ekspansi tanaman ini ke arah timur Papua New Guinea berlangsung pada 6000 SM, dimana tebu mulai menyebar ke Indonesia, Filipina dan India.

Dari India, tebu kemudian dibawa ke China pada tahun 800 SM, dan mulai dimanfaatkan sebagai pemanis oleh bangsa China pada tahun 475 SM. Pada tahun 510 Sebelum Masehi, ketika menguasai India, Raja Darius dari Persia menemukan ”batang rerumputan yang menghasilkan madu tanpa lebah”. Seperti halnya pada berbagai penemuan manusia lainnya, keberadaan tebu sangat dirahasiakan dan dijaga ketat, sedangkan produk olahannya diekspor dan untuk menghasilkan keuntungan yang sangat besar.

Rahasia tanaman tebu akhirnya terbongkar setelah terjadi ekspansi besar-besaran oleh orang-orang Arab pada abad ketujuh sebelum sesudah masehi. Ketika mereka menguasai Persia pada tahun 642, mereka menemukan keberadaan tebu yang kemudian dipelajari dan mulai diolah menjadi gula kristal. Ketika menguasai Mesir pada 710 M, tebu ditanam secara besar-besaran di tanah Mesir yang subur. Pada masa inilah, ditemukan teknologi kristalisasi, klarifikasi, dan pemurnian. Dari Mesir, gula menyebar ke Maroko dan menyeberangi Laut Mediterania ke benua Eropa, tepatnya di Spanyol (755 M) dan Sisilia (950 M).

Gula dikenal oleh orang-orang barat Eropa sebagai hasil dari Perang Salib pada abad ke-11. Para prajurit yang pulang menceritakan keberadaan “rempah baru” yang enak ini. Gula pertama diketahui tercatat di Inggris pada tahun 1099. Abad-abad berikutnya merupakan periode ekspansi besar-besaran perdagangan barat Eropa dengan dunia timur, termasuk di dalamnya adalah impor gula. Dari sebuah catatan perdagangan di Inggris, gula dihargai 2 Shilling/lb, nilai ini setara dengan beberapa bulan upah buruh rata-rata pada saat itu.

Mungkin karena merupakan sebuah temuan baru, gula pada saat itu telah menjadi sebuah simbol dari status sosial. Orang-orang kaya menyukai pembuatan patung-patung dari gula sebagai penghias meja-meja mereka. Bahkan ketika Henry III dari Perancis mengunjungi Venice, sebuah pesta diadakan untuk menghormatinya dengan menampilkan piring-piring, barang-barang perak, dan kain linen yang semuanya terbuat dari gula. Bahkan lebih “gila” nya lagi karena merupakan barang mahal, gula seringkali dianggap sebagai obat. Banyak petunjuk kesehatan dari abad ke-13 hingga 15 yang merekomendasikan pemberian gula kepada orang-orang cacat untuk memperkokoh kekuatan mereka.

Pada abad ke-15, pemurnian gula Eropa umumnya dilakukan di Venice. Namun Venice tidak bisa lagi melakukan monopoli ketika Vasco da Gama berlayar ke India pada tahun 1498 dan mendirikan perdagangan di sana. Meskipun demikian, penemuan orang-orang Amerika lah yang telah mengubah konsumsi gula di dunia.

Dalam salah satu perjalanan pertamanya, Columbus membawa tanaman tebu untuk ditanam di kawasan Karibia. Iklim yang sangat menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman tebu menyebabkan berdirinya sebuah industri dengan cepat. Kebutuhan terhadap gula yang besar bagi Eropa menyebabkan banyak kawasan hutan di kepulauan Karibia menjadi hampir seluruhnya hilang digantikan perkebunan tebu, seperti misalnya di Barbados, Antigua dan separuh dari Tobago. Tanaman tebu dibudidayakan secara massal. Jutaan orang dikirim dari Afrika dan India untuk bekerja di penggilingan tebu. Oleh karenanya, produksi gula sangat erat kaitannya dengan perdagangan budak di dunia barat.

Secara ekonomi gula sangatlah penting sehingga seluruh kekuatan Eropa membangun atau berusaha membangun jajahan di pulau-pulau kecil Karibia dan berbagai pertempuran terjadi untuk menguasai pulau-pulau tersebut. Selanjutnya tanaman tebu dibudidayakan di berbagai perkebunan besar di kawasan-kawasan lain di dunia (India, Indonesia, Filipina dan kawasan Pasifik) untuk memenuhi kebutuhan pasar Eropa dan lokal.

Pada tahun 1750 terdapat 120 pabrik pemurnian gula yang beroperasi di Britania dengan hanya menghasilkan 30.000 ton per tahun. Pada tahap ini gula masih merupakan sesuatu yang mewah dan memberi keuntungan yang sangat besar sehingga gula dijuluki “emas putih”. Keadaan ini juga berlaku di negara-negara Eropa Barat lainnya.

Para pemerintah menyadari keuntungan besar yang didapat dari gula dan oleh karenanya mengenakan pajak yang tinggi. Akibatnya gula tetap merupakan sebuah barang mewah. Keadaan ini terus bertahan sampai dengan akhir abad ke-19 ketika kebanyakan pemerintahan mengurangi atau menghapus pajak dan menjadikan harga gula terjangkau untuk warga biasa.

Referensi :
www.food-info.net; indonesiansugar.wordpress.com;  www.sucrose.com ;sugarresearch.org

Gambar dari internet

Jumat, 27 April 2012

Bahasa jawa Dialek Bojonegoro

Apakah yang dimaksud dengan dialek bahasa Jawa Bojonegoro?
Dalam dialek Jawa Timur terdapat beberapa subdialek, yaitu subdialek Banyuwangi Selatan, subdialek Bojonegoro, subdialek Gresik, subdialek Lamongan, subdialek Mojokerto, subdialek Pasuruan, subdialek Pacitan, subdialek Surabaya, subdialek Sidoarjo, subdialek Tengger, dan subdialek Malang.
Subdialek bahasa Jawa Bojonegoro adalah jenis dialek yang digunakan oleh masyarakat di sekitar Bojonegoro atau di daerah pantura Jawa Timur dimana daerah ini berbatasan dengan Jawa Tengah. Dialek Bojonegoro ini dipengaruhi oleh dialek standar bahasa Jawa. Ada pola khusus subdialek Bojonegoro. 
Berikut contoh arti Bahasa Jenegoroan yang sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari :
Njungok = Lunguh = Duduk 
maksutem = Apa maksutnya
Nggonem = milikmu
Bluron = Mandi disuangai
Piyeleh = Bagaimana
Anggitem = apa yang kamu kehendakai, apa yang diinginkan
Mbok anggep = kamu menggangap apa
Pasemem = Menurutmu
Matoh = Bagus
Untuk kata ‘matoh’ akhir-akhir ini banyak dikenal dan digunakan oleh masyarakat Bojonegoro karena menjadi jargon kota Bojonegoro. Kata ‘ matoh ‘ dapat diartikan sebagai suatu yang bagus. Sebenarnya kata ‘matoh’ sudah lama digunakan oleh masyarakat Bojonegoro untuk menyebut sesuatu yang bagus atau sangat bagus. Namun, belakangan ini, hampir semua masyarakat Bojonegoro menggunakan kata ‘matoh’ sehingga perkembangannya sangat pesat. Apalagi, Bupati Bojonegoro sering menggnakan kata ‘ matoh ‘ dalam setiap pidatonya di setiap kesempatan.

Bagaimana Perkembangan dialek bahasa Jawa Bojonegoro?
Dialek bahasa Jawa Bojonegoro berkembang di daerah Bojonegoro. Pada saat ini, perkembangan dialek bahasa Jawa Bojonegoro kurang begitu memperlihatkan perkembangan yang signifikan. Banyak masyarakat Bojonegoro yang kurang mengerti bagaimana dialek bahasa Jawa Bojonegoro itu.
Pembelajaran bahasa Jawa di Bojonegoro menggunakan tata bahasa Jawa yang berpangkal pada bahasa Jawa standar. Banyak kosakata dialek bahasa Jawa Bojonegoro yang tidak dimengerti bahkan telah hilang karena kurang digunakan oleh penuturnya. Apalagi, pada saat ini banyak keluarga yang menerapkan penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar sehari-hari.
Meskipun saat ini perkembangan dialek bahasa Jawa tidak begitu signifikan, sebagai penutur sewajarnya menggunakan dialek tersebut karena dialek bahasa Jawa Bojonegoro merupakan warisan budaya yang tidak ternilai harganya.
Pengaruh dialek bahasa Jawa Bojonegoro terhadap bahasa Indonesia
Penggunaan dialek bahasa Jawa Bojonegoro menimbulkan dampak positif dan negatif terhadap bahasa Indonesia. Dampak tersebut bisa dilihat dari pemakaiannya. Apabila ada dialek bahasa Jawa Bojonegoro yang dirasa pantas masuk sebagai kata/ragam baku bahasa Indonesia maka hal itu dapat menambah kosakata bahasa Indonesia.
Dampak negatif dari penggunaan dialek bahasa Jawa Bojonegoro terhadap bahasa Indonesia adalah dapat mengurangi pemahaman penutur bahasa tentang bahasa Indonesia. Namun, dampak negatif ini tidak begitu kentara karena penggunaanya disesuaikan dengan situasi kebahasaannya tanpa mengurangi esensi dari bahasa tersebut.
Disisi lain, dialek bahasa Jawa Bojonegoro harus dipertahankan karena dengan adanya keragaman akan semakin memperkaya dan mampu mempertahankan bahasa Jawa. Dengan menggunakan bahasa Jawa, orang Jawa tidak akan kehilangan  identitasnya.

Sumber : www.ciwir.cahbag.us

Rabu, 25 April 2012

Potensi Tebu Sebagai Penghasil BioEtanol

Pada saat ini luas area tebu di seluruh Indonesia hampir 400 ribu ha, dengan produksi 2,3 juta ton. Tambahan area 600 ribu ha seperti yang diajukan SGC akan meningkatkan produksi gula menjadi 5,8 juta ton. Gula sebanyak itu lebih dari cukup guna memenuhi kebutuhan domestik hingga 5 tahun ke depan. 

Dari tambahan area seluas 600 ribu ha juga diperoleh tetes (molasse) sebagai hasil samping tebu sedikitnya 1,7 juta ton, atau cukup untuk menghasilkan 500 juta liter etanol per tahun. Bila etanol yang dihasilkan ini kemudian dicampur dengan premium menghasilkan gasohol E-10 (etanol 10%), maka itu hanya cukup untuk 5 milyar liter saja. Sementara konsumsi premium saat ini sudah mencapai 17,5 milyar liter. Ke depan konsumsi premium akan terus menggelembung. Pada 2010 diperkirakan kebutuhan premium akan lebih dari 38 milyar liter.

Upaya penggunaan etanol sebagai alternatif BBM perlu didukung. Paling tidak, hal itu dilatarbelakangi oleh 2 hal.  

Pertama, adanya alasan ekonomi yang kuat berkaitan dengan berkurangnya cadangan minyak, fluktuasi harga dan ketidak stabilan politik di kawasan Timur Tengah sehingga mengganggu suplai BBM di beberapa negara importir termasuk Indonesia.

Cadangan minyak di perut bumi Nusantara terus menyusut dan diperkirakan hanya cukup untuk 24 tahun ke depan. Impor BBM kita setiap tahun terus bertambah. Dalam kurun dua dekade ke depan, kebutuhan BBM akan tergantung sepenuhnya dari impor. Akibat suhu politik yang memanas di Timur Tengah harga minyak akan terus melonjak hingga. BBM sempat menghilang di pasar dan konsumen harus antri panjang guna mengisi tangki bahan bakar kendaraan dan kompor mereka. Situasi ini akan sangat tidak kondusif terutama bagi masyarakat dan kalangan industri. 

Kedua, adanya alasan lingkungan untuk menurunkan polusi. Sejak revolusi Industri, kadar CO2 atmosfer bumi bertambah 25%. Separuh dari penambahan tersebut terjadi dalam kurun 30 tahun terakhir. Sektor transportasi menyumbangkan sekitar 80% dari emisi CO2 tersebut. 

Pemerintah Indonesia, meskipun agak telat, juga melakukan antisipasi atas situasi diatas. Salah satu wujudnya, yaitu terbitnya Instruksi Presiden No. 1 tahun 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar. 
Melalui Inpres itu, Presiden menginstruksikan 13 Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota untuk mengambil langkah-langkah percepatan dan pemanfaatan biofuel. Sejauh ini untuk susbtitusi premium, etanol merupakan bahan yang paling menjanjikan.

Etanol yang diproduksi dari tumbuhan (disebut bioetanol) diperoleh dari fermentasi gula dan pati. Gula bisa berasal dari tebu, sorgum manis atau bit. Pati diperoleh dari jagung, gandum, singkong, umbi-umbian dan bahan tanaman berpati lain. Produksi etanol dari tanaman akan menurunkan emisi CO2, karena tanaman membutuhkan gas tersebut bagi pertumbuhannya. Untuk setiap 4 milyar galon etanol yang dihasilkan dari tanaman, akan ditangkap CO2 sebanyak 26 juta 3m.

Etanol dari tebu bukan hanya bisa diperoleh dari tetes tetapi juga bisa berasal dari ampas (bagasse) dan daun. Ini sekaligus untuk menepis kritik soal etika berkaitan persaingan penggunaan sumber pangan dan energi. Pengunaan bahanbahan yang bisa langsung dikonversi menjadi etanol seperti tetes, jagung, singkong, gandum, dan umbi-umbian sejauh ini menuai banyak kritik karena akan menurunkan suplai bahan pangan. 

Nah, kalau kembali ke tebu, maka hal tersebut bisa dihindari. Ampas (32% tebu) dan trash (14% tebu) merupakan senyawa lignoselulosa. Lignoselulosa dipecah menjadi selulosa, lignin dan hemiselulosa. Selulosa diuraikan menjadi glukosa terus menjadi etanol. Selulosa didegradasi menjadi silosa yang bisa diubah lebih lanjut menjadi silitol (silitol merupakan pemanis alternatif yang baik bagi kesehatan karena berkalori rendah dan tidak merusak gigi). Dengan cara ini, produksi etanol per ha tebu akan meningkat 2-3 kali lipat. Bila hanya mengandalkan tetes, produksi etanol per ha tebu kira-kira 1.200 liter. Dengan konversi ampas dan trash akan dihasilkan lebih dari 2.500 liter etanol per ha.

Kondisi saat ini memang belum memungkinkan konversi ampas dan trash ke etanol. Ampas di Pabrik Gula (PG) masih dipakai sebagai bahan bakar pembangkit uap. Kelebihan ampas hanya terjadi di PG yang memiliki efisiensi pengunaan energi tinggi. Bahkan di beberapa wilayah, trash pun dipakai sebagai suplesi ampas untuk bahan bakar. Meskipun bahan baku lignoselulosa relatif murah, namun konversi bahan tersebut menjadi etanol perlu teknologi lebih tinggi. 

Dalam hal etanol dari tebu, masih ada peluang lain melalui penanaman tebu genjah. Berbeda dengan tebu giling yang dipanen umur 1 tahun, tebu genjah bisa dipanen umur 8 bulan. Artinya, tebu ini dalam 2 tahun bisa dipanen 3 kali. Untuk keperluan pembuatan etanol, tebu genjah tidak perlu menghasilkan sukrosa (gula kristal) tinggi, tetapi yang penting berkadar gula banyak. Gula yang diperlukan untuk fermentasi etanol tidak hanya terbatas sukrosa, tetapi bisa berupa glukosa dan fruktosa. 

Oleh karena itu, faktor iklim yang selama ini menjadi faktor pembatas budidaya tebu khususnya pada periode penimbunan sukrosa pengaruhnya menjadi tidak dominan. Ini akan menguntungkan karena tebu genjah tidak perlu ditaman pada masa tanam optimal (Mei-Agustus). Hal lain yang menguntungkan, karena target produksi tebu genjah bukan sukrosa tetapi total gula, maka tebu ini kemungkinan bisa ditanam di lahan-lahan kritis dan marjinal. Lahan-lahan seperti ini berserakan jutaan hektar di seantero tanah air. 

Akan tetapi, bagaimanapun memang akan sangat berat bila kebutuhan etanol ke depan sepenuhnya tergantung kepada tanaman tebu. Bila etanol diproduksi dari tetes, maka guna memenuhi kebutuhan 3,6 milyar liter dibutuhkan area 3 juta ha. Pengembangan area tebu dari 400 ribu ha ke 3 jt ha dalam waktu 3 tahun mustahil dilakukan. Oleh karenanya, pengembangan produksi etanol memerlukan koordinasi dari operator sektor pertanian, industri, energi, perdagangan, transportasi dan BUMN.

Sumber : www.perkebunanku.com
Silahkan Download tulisan Bioetanol dari Tebu oleh Aris Toharisman (P3GI Pasuruan)

Sabtu, 21 April 2012

Pengertian Perkebunan

Pengertian dari Wikipedia
Lahan perkebunan adalah lahan usaha pertanian yang luas, biasanya terletak di daerah tropis atau subtropis, yang digunakan untuk menghasilkan komoditi perdagangan (pertanian) dalam skala besar dan dipasarkan ke tempat yang jauh, bukan untuk konsumsi lokal.

Perkebunan dapat ditanami oleh tanaman keras/industri seperti kakao, kelapa, dan teh, atau tanaman hortikultura seperti pisang, anggur, atau anggrek. Dalam pengertian bahasa Inggris, "perkebunan" dapat mencakup plantation dan orchard.

Ukuran luas perkebunan sangat relatif dan tergantung ukuran volume komoditi yang dipasarkannya. Namun demikian, suatu perkebunan memerlukan suatu luas minimum untuk menjaga keuntungan melalui sistem produksi yang diterapkannya. Selain itu, perkebunan selalu menerapkan cara monokultur, paling tidak untuk setiap blok yang ada di dalamnya. Penciri lainnya, walaupun tidak selalu demikian, adalah terdapat instalasi pengolahan atau pengemasan terhadap komoditi yang dipanen di lahan perkebunan itu, sebelum produknya dikirim ke pembeli.

Definisi menurut UU 18/2004 tentang Perkebunan
Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau media  tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai,mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu  pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.

Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan/atau tanaman tahunan yang karena jenis dan tujuan pengelolaannya ditetapkan sebagai tanaman perkebunan. 

Usaha perkebunan adalah usaha yang menghasilkan barang dan/atau jasa perkebunan. Pelaku usaha perkebunan adalah pekebun dan perusahaan perkebunan yang mengelola usaha perkebunan. Pekebun adalah perorangan warga negara Indonesia yang melakukan usaha perkebunan dengan skala usaha tidak mencapai skala tertentu. 

Perusahaan perkebunan adalah pelaku usaha perkebunan warga negara Indonesia atau badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia yang mengelola usaha perkebunan dengan skala tertentu. Skala tertentu adalah skala usaha perkebunan yang didasarkan pada luasan lahan usaha, jenis tanaman, teknologi, tenaga kerja, modal, dan/atau kapasitas pabrik yang diwajibkan memiliki izin usaha.

Industri pengolahan hasil perkebunan adalah kegiatan penanganan dan pemrosesan yang dilakukan terhadap hasil tanaman perkebunan yang ditujukan untuk mencapai nilai tambah yang lebih tinggi. Hasil perkebunan adalah semua barang dan jasa yang berasal dari perkebunan yang terdiri dari produk utama, produk turunan, produk sampingan, produk ikutan, dan produk lainnya. Agribisnis perkebunan adalah suatu pendekatan usaha yang bersifat kesisteman mulai dari subsistem produksi, subsistem pengolahan, subsistem pemasaran, dan subsistem jasa penunjang.

Perkebunan diselenggarakan berdasarkan atas berkelanjutan, keterpaduan, kebersamaan, berkeadilan. Perkebunan diselenggarakan dengan tujuan: meningkatkan pendapatan masyarakat; meningkatkan penerimaan negara; meningkatkan penerimaan devisa negara; menyediakan lapangan kerja; asas manfaat dan keterbukaan, serta meningkatkan produktivitas, nilai tambah, dan daya saing; memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri dalam negeri; dan mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan.

Perkebunan mempunyai fungsi ekonomi, yaitu peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta penguatan struktur ekonomi wilayah dan nasional; fungsi ekologi, yaitu peningkatan konservasi tanah dan air, penyerap karbon, penyedia oksigen, dan penyangga kawasan lindung; dan sosial budaya, yaitu sebagai perekat dan pemersatu bangsa.

Senin, 02 April 2012

Dampak Perubahan Iklim bagi Sektor Pertanian

Sebenarnya perubahan iklim lebih disebabkan oleh apa yang disebut dengan Gas Rumah Kaca sebagai akibat dari Efek Rumah Kaca yang terjadi karena kerusakan Atmosfer. Atmosfer yang seharusnya dapat menahan dan melindungi kehidupan bumi dari serangan radiasi sinar matahari dan meredam perbedaan suhu secara ekstrem pada siang dan malam, mengalami kerusakan atau perubahan gas-gas penyusunnya maupun mengalami penipisan gas-gasnya.

Atmosfer adalah gas yang menyelubungi bumi dari “ancaman” benda-benda atau zat atau apapun dari luar bumi (angkasa). Gas penyusun Atmosfer terdiri dari Nitrogen (78%); Oksigen (21%); Argon (1%); Ozon (0.01%); Karbondioksida (0.1%) dan Uap Air (0-7%). Lapisan Atmosfer terdiri atas Troposfer, Stratosfer, Mesosfer, Termosfer, Eksosfer.

Pancaran sinar matahari yang sampai ke bumi setelah sebagian diserap, sebagian lagi harusnya dapat dipantulkan kembali, sehingga akan menimbulkan akumulasi gas radiasi matahari sehingga akan berakibat pada apa yang disebut dengan Efek Rumah Kaca (karena kejadian alam ini serupa dengan proses dalam rumah kaca) yakni gas-gas (mengandung panas) tetap tertahan dan tetap berada didalam (dibawah) atmosfer sehingga bumi menjadi hangat. 
Jadi sebenarnya Efek Rumah Kaca adalah alamiah dan tidak berbahaya. Sebab, jika tidak ada efek rumah kaca seperti ini maka suhu bumi sangat dingin, ada yang menyebutkan suhu bumi 30 derajat lebih rendah dari sekarang.

Akan tetapi karena berbagai aktivitas manusia, terutama proses industri dan transportasi, menyebabkan Gas Rumah Kaca yang diemisikan ke atmosfer terus meningkat. Alhasil, terjadilah perubahan komposisi Gas Rumah Kaca di atmosfer. karena rusaknya tatanan atmosfer yang menjadikan gas-gas (pancaran radiasi matahari) tersebut tidak seimbang komposisinya. Rusaknya keseimbangan gas yang ada itulah yang mengakibatkan perubahan iklim di bumi. Hal ini kemudian menyebabkan radiasi yang dipantulkan kembali oleh permukaan bumi ke luar angkasa terhambat sehingga menyebabkan terjadinya akumulasi panas di atmosfer.


Meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca di atmosfer akibat aktivitas manusia di berbagai belahan dunia, menyebabkan meningkatnya radiasi yang terperangkap di atmosfer. Akibatnya, suhu rata-rata di seluruh permukaan bumi meningkat. Peristiwa ini disebut Pemanasan Global. Meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi menyebabkan terjadinya perubahan pada unsur-unsur iklim lainnya, seperti naiknya suhu air laut, meningkatnya penguapan di udara, serta berubahnya pola curah hujan dan tekanan udara yang pada akhirnya merubah pola iklim dunia. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan Perubahan Iklim.



Dampak perubahan iklim sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Salah satu sektor yang paling terpengaruh dengan perubahan iklim adalah sektor pertanian. Pertama, perubahan iklim akan berdampak pada pergeseran musim, yakni semakin singkatnya musim hujan namun dengan curah hujan yang lebih besar. Sehingga, pola tanam juga akan mengalami pergeseran. Disamping itu kerusakan pertanaman terjadi karena intensitas curah hujan yang tinggi yang berdampak pada banjir dan tanah longsor serta angin.


Kedua, fluktuasi suhu dan kelembaban udara yang semakin meningkat yang mampu menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan organisme pengganggu tanaman. Salah satunya adalah serangan wereng cokelat di pantura jawa telah memporakporandakan sedikitnya 10.644 ha tanaman padi di Kabupaten Cirebon. Seluas 419 ha diantaranya telah dinyatakan puso alias gagal panen (Sumber: Pikiran Rakyat, 2005). Serangan hama dan penyakit tanaman padi di beberapa tempat mengalami fluktuasi dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Total serangan organisme pengganggu tanaman secara nasional pada periode Januari-Juni 2006 mencapai 135.988 hektar dengan puso 1.274 hektar. Luas serangan ini lebih besar dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Luas sawah yang terkena serangan 129.284 hektar pada Januari-Juni 2005. Beberapa jenis hama yang ditemukan antara lain penggerek batang padi, wereng batang coklat, tikus, dan tungro (sumber: Kompas,2006).

Ketiga, menurunnya kesejahteraan ekonomi petani. Dua hal diatas jelas merugikan petani dan sektor pertanian karena akan semakin menyusutkan dan menurunkan hasil pertanian yang berefek pada menurunnya pendapatan petani. Sebab perekonomian petani bergantung pada keberhasilan panen, jika terjadi kegagalan maka petani akan merugi. Lha wong sukses panen saja masih merugi, apalagi jika gagal panen.


Disarikan dari berbagai sumber

Gambar dari internet