Pada saat ini luas area tebu di seluruh Indonesia hampir 400 ribu ha, dengan produksi 2,3 juta ton. Tambahan area 600 ribu ha seperti yang diajukan SGC akan meningkatkan produksi gula menjadi 5,8 juta ton. Gula sebanyak itu lebih dari cukup guna memenuhi kebutuhan domestik hingga 5 tahun ke depan.
Dari tambahan area seluas 600 ribu ha juga diperoleh tetes (molasse) sebagai hasil samping tebu sedikitnya 1,7 juta ton, atau cukup untuk menghasilkan 500 juta liter etanol per tahun. Bila etanol yang dihasilkan ini kemudian dicampur dengan premium menghasilkan gasohol E-10 (etanol 10%), maka itu hanya cukup untuk 5 milyar liter saja. Sementara konsumsi premium saat ini sudah mencapai 17,5 milyar liter. Ke depan konsumsi premium akan terus menggelembung. Pada 2010 diperkirakan kebutuhan premium akan lebih dari 38 milyar liter.
Upaya penggunaan etanol sebagai alternatif BBM perlu didukung. Paling tidak, hal itu dilatarbelakangi oleh 2 hal.
Pertama, adanya alasan ekonomi yang kuat berkaitan dengan berkurangnya cadangan minyak, fluktuasi harga dan ketidak stabilan politik di kawasan Timur Tengah sehingga mengganggu suplai BBM di beberapa negara importir termasuk Indonesia.
Cadangan minyak di perut bumi Nusantara terus menyusut dan diperkirakan hanya cukup untuk 24 tahun ke depan. Impor BBM kita setiap tahun terus bertambah. Dalam kurun dua dekade ke depan, kebutuhan BBM akan tergantung sepenuhnya dari impor. Akibat suhu politik yang memanas di Timur Tengah harga minyak akan terus melonjak hingga. BBM sempat menghilang di pasar dan konsumen harus antri panjang guna mengisi tangki bahan bakar kendaraan dan kompor mereka. Situasi ini akan sangat tidak kondusif terutama bagi masyarakat dan kalangan industri.
Kedua, adanya alasan lingkungan untuk menurunkan polusi. Sejak revolusi Industri, kadar CO2 atmosfer bumi bertambah 25%. Separuh dari penambahan tersebut terjadi dalam kurun 30 tahun terakhir. Sektor transportasi menyumbangkan sekitar 80% dari emisi CO2 tersebut.
Pemerintah Indonesia, meskipun agak telat, juga melakukan antisipasi atas situasi diatas. Salah satu wujudnya, yaitu terbitnya Instruksi Presiden No. 1 tahun 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar.
Melalui Inpres itu, Presiden menginstruksikan 13 Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota untuk mengambil langkah-langkah percepatan dan pemanfaatan biofuel. Sejauh ini untuk susbtitusi premium, etanol merupakan bahan yang paling menjanjikan.
Etanol yang diproduksi dari tumbuhan (disebut bioetanol) diperoleh dari fermentasi gula dan pati. Gula bisa berasal dari tebu, sorgum manis atau bit. Pati diperoleh dari jagung, gandum, singkong, umbi-umbian dan bahan tanaman berpati lain. Produksi etanol dari tanaman akan menurunkan emisi CO2, karena tanaman membutuhkan gas tersebut bagi pertumbuhannya. Untuk setiap 4 milyar galon etanol yang dihasilkan dari tanaman, akan ditangkap CO2 sebanyak 26 juta 3m.
Etanol yang diproduksi dari tumbuhan (disebut bioetanol) diperoleh dari fermentasi gula dan pati. Gula bisa berasal dari tebu, sorgum manis atau bit. Pati diperoleh dari jagung, gandum, singkong, umbi-umbian dan bahan tanaman berpati lain. Produksi etanol dari tanaman akan menurunkan emisi CO2, karena tanaman membutuhkan gas tersebut bagi pertumbuhannya. Untuk setiap 4 milyar galon etanol yang dihasilkan dari tanaman, akan ditangkap CO2 sebanyak 26 juta 3m.
Etanol dari tebu bukan hanya bisa diperoleh dari tetes tetapi juga bisa berasal dari ampas (bagasse) dan daun. Ini sekaligus untuk menepis kritik soal etika berkaitan persaingan penggunaan sumber pangan dan energi. Pengunaan bahanbahan yang bisa langsung dikonversi menjadi etanol seperti tetes, jagung, singkong, gandum, dan umbi-umbian sejauh ini menuai banyak kritik karena akan menurunkan suplai bahan pangan.
Nah, kalau kembali ke tebu, maka hal tersebut bisa dihindari. Ampas (32% tebu) dan trash (14% tebu) merupakan senyawa lignoselulosa. Lignoselulosa dipecah menjadi selulosa, lignin dan hemiselulosa. Selulosa diuraikan menjadi glukosa terus menjadi etanol. Selulosa didegradasi menjadi silosa yang bisa diubah lebih lanjut menjadi silitol (silitol merupakan pemanis alternatif yang baik bagi kesehatan karena berkalori rendah dan tidak merusak gigi). Dengan cara ini, produksi etanol per ha tebu akan meningkat 2-3 kali lipat. Bila hanya mengandalkan tetes, produksi etanol per ha tebu kira-kira 1.200 liter. Dengan konversi ampas dan trash akan dihasilkan lebih dari 2.500 liter etanol per ha.
Kondisi saat ini memang belum memungkinkan konversi ampas dan trash ke etanol. Ampas di Pabrik Gula (PG) masih dipakai sebagai bahan bakar pembangkit uap. Kelebihan ampas hanya terjadi di PG yang memiliki efisiensi pengunaan energi tinggi. Bahkan di beberapa wilayah, trash pun dipakai sebagai suplesi ampas untuk bahan bakar. Meskipun bahan baku lignoselulosa relatif murah, namun konversi bahan tersebut menjadi etanol perlu teknologi lebih tinggi.
Dalam hal etanol dari tebu, masih ada peluang lain melalui penanaman tebu genjah. Berbeda dengan tebu giling yang dipanen umur 1 tahun, tebu genjah bisa dipanen umur 8 bulan. Artinya, tebu ini dalam 2 tahun bisa dipanen 3 kali. Untuk keperluan pembuatan etanol, tebu genjah tidak perlu menghasilkan sukrosa (gula kristal) tinggi, tetapi yang penting berkadar gula banyak. Gula yang diperlukan untuk fermentasi etanol tidak hanya terbatas sukrosa, tetapi bisa berupa glukosa dan fruktosa.
Oleh karena itu, faktor iklim yang selama ini menjadi faktor pembatas budidaya tebu khususnya pada periode penimbunan sukrosa pengaruhnya menjadi tidak dominan. Ini akan menguntungkan karena tebu genjah tidak perlu ditaman pada masa tanam optimal (Mei-Agustus). Hal lain yang menguntungkan, karena target produksi tebu genjah bukan sukrosa tetapi total gula, maka tebu ini kemungkinan bisa ditanam di lahan-lahan kritis dan marjinal. Lahan-lahan seperti ini berserakan jutaan hektar di seantero tanah air.
Akan tetapi, bagaimanapun memang akan sangat berat bila kebutuhan etanol ke depan sepenuhnya tergantung kepada tanaman tebu. Bila etanol diproduksi dari tetes, maka guna memenuhi kebutuhan 3,6 milyar liter dibutuhkan area 3 juta ha. Pengembangan area tebu dari 400 ribu ha ke 3 jt ha dalam waktu 3 tahun mustahil dilakukan. Oleh karenanya, pengembangan produksi etanol memerlukan koordinasi dari operator sektor pertanian, industri, energi, perdagangan, transportasi dan BUMN.
Sumber : www.perkebunanku.com
Silahkan Download tulisan Bioetanol dari Tebu oleh Aris Toharisman (P3GI Pasuruan)
2 komentar:
hal ini saya pikir akan dapat dilakukan jika dan hanya jika ada komitmen pemerintah.
kebijakan yang dikeluarkan haruslah mendukung hal ini, dan ada insentif yang memadai bagi para petani tebu. jika tidak maka tidak akan tercipta.
dan ini harus dimulai dari sekarang...
worship dah!
Posting Komentar